Selasa, 30 November 2010

PELANGGARAN HAM TERHADAP PEREMPUAN TRADISI ADAT "LARIAN GADIS" DI WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA


Lampung Utara adalah sebuah Propinsi Lampung  yang di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tulang Bawang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan  wilayah selatan serta barat berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan. Peduduk kebanyakan hidup sebagai petani. Penduduknya di dominasi dengan penduduk pendatang dengan perbandingan 45 % penduduk asli ( suku Lampung Abung dan Lampung Sungkai ) dan 55 % ( penduduk pendatang, jawa, Sunda dan Ogan ). Kabupaten Lampung Utara beribukota Kotabumi

Di Lampung Utara terdapat sebuah adat yang bernama “larian gadis”. Adat ini pada awalnya tujuan dan pelaksanaan sangat baik. Namun saat ini telah terjadi penyimpangan . pada awalnya tradisi adat ini adalah untuk menjembatani antara dua orang laki – laki dan perempuan yang memang saling cinta tetapi mereka tidak memiliki dana yang banyak untuk menyelenggaraan sebuah pesta pernikahan. Di bumi ruwai jurai ( sebutan untuk tanah adat Lampung ) dikenal ada suatu adat yang bernama “piil” atau dalam bahasa indonesianya suatu kehormatan, Hal yang sangat memalukan bagi seluruh keluarga besar sebuah keluarga bila mereka tidak bisa melaksanakan pesta yang besar untuk melaksanakan pernikahan. Untuk melaksanakan sebuah acara penikahan membutuhkan dana yang tidak sedikit, minimal Rp 70 juta. Apabila pesta pernikahan tersebut dapat dilaksanakan oleh keluarga besarnya adalah merupakan suatu penghargaan berupa pengakuan yang diberikan oleh adat kepada keluarga tersebut.

Bila keluarga dari kedua mempelai tidak bisa melaksanakannya karena tidak adanya biaya yang memadai maka dapat ditempuh dengan tradisi adat dengan nama “ larian gadis “. Larian gadis ini merupakan adat lampung dimana seorang laki – laki dan wanita yang saling mencintai “ menculik” gadis tersebut tanpa harus bicara dengan orang tua atau keluarga besar dari gadis tersebut. Setelah “menculik” laki – laki tersebut meninggalkan peninggalkan uang senilai Rp 25.000,00 dan surat peninggalan yang ditulis tangan oleh sang perempuan dengan isi bahwa si gadis tadi rela ikut dengan sang laki – laki untuk dijadikan istri serta diletakkan di bawah bantal tidur si gadis. Kemudian laki – laki tersebut membawa perempuan tadi kepada keluarganya atau menyembunyikannya selama beberapa hari pada suatu tempat yang hanya diketahui oleh pihak laki - laki. Dalam waktu yang tidak jauh laki – laki tersebut segera memberitahu kepada keluarga besarnya supaya memberitahukan kepada keluarga sang gadis bahwa tidak usah kuatir karena anaknya ( perempuan ) ada bersama dengan laki – laki.

Apabila ada pihak dari keluarga wanita yang tidak setuju untuk pernikahan tersebut, maka pihak keluarganya akan berusaha untuk mengambil wanita tadi dari tangan laki – lakinya. Namun menurut adat yang berlaku di Lampung, wanita yang sudah di “ larikan “ tidak dapat dikembalikan lagi kepada keluarga perempuan. Pihak keluarga laki – laki akan mempertahankan wanita tersebut demi sebuah kehormatan adat.

Sering ditemukan bahwa, seorang perempuan tidak mencintai seorang laki – laki, namun laki – laki tersebut membawa larinya. Biasanya trik yang digunakan adalah dengan dijanjikan akan dibawa jalan – jalan keliling kota tetapi setelah itu dibawa ke rumah sang laki – laki. Ketika keluarga dari perempuan hendak menjemput sang perempuan , pihak laki – laki akan mempertahankan perempuan tersebut supaya tidak bisa meninggalkan rumah laki – laki tersebut. Lebih baik mati daripada harus menanggung malu, itulah semboyan pihak keluarga laki – laki, sehingga wanita tersebut harus mengiyakan daripada keluarganya  jadi korban penganiayaan di rumah laki – laki tersebut.

Tradisi ini sangat sarat dengan pelanggaran HAM perempuan. Menurut CEDAW yang telah diratifikasi ke dalam UU RI no. 39 tahun 1999 pasal 45 – 49, bahwa hak wanita adalah juga hak asasi manusia. Sangat terlihat jelas penindasan yang dilakukan oleh seorang laki – laki terhadap seorang perempuan atas kebebasannya untuk memilih siapa yang akan dipilihnya untuk menjadi suaminya atas anak – anaknya.

Bentuk pelanggaran HAM terhadap perempuan pada tradisi adat “ Larian Gadis “ di Lampung :
1.       Pemaksaan kehendak kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya terhadap kebebasan perempuan tersebut untuk menentukan siapa yang akan menjadi suaminya
2.       Penyekapan terhadap seorang perempuan di suatu tempat / di rumah laki – laki
3.       Adanya pengancaman yang dilakukan oleh keluarga laki – laki kepada wanita tersebut untuk tidak keluar dari rumah laki – laki kalau tidak yang akan menjadi korban adalah keluarga wanita tersebut.
4.       Adanya kata – kata muslihat terhadap seorang wanita agar wanita tersebut mau mengikuti kemauan laki – laki tersebut
5.       Adanya pemerkosaan secara terselubung dalam ranah “adat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan dari pembaca sangat kami harapkan