Kamis, 30 September 2010

KEBIJAKAN YANG PATAH

KEBIJAKAN KEPOLISIAN
YANG PATAH

Polri sebagai lembaga yang besar memiliki wilayah tugas yang terletak di seluruh wilayah Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, seluruh anggota Polri harus menginduk kepada kebijakan yang terletak pada level yang teratas yaitu mabes Polri. Dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta penegakan hukum, anggota Polri harus selalu berdasarkan kepada perturan perundang - undangan yang berlaku saat ini.

Pelaksanaan kebijakan yang diberikan oleh mabes Polri terkadang tidak sesuai dengan perkembangan situasi yang terjadi di wilayah masing - masing. Penerapan pelaksanaannya pun kadang dijelaskan dengan bunyi keputusan yang bersifat kuantitatif dengan mengesampingkan unsur terpenting dari pelaksanaan fungsi kepolisian yaitu tata tentrem kerta raharja . Arti Tata tentrem kerta raharja

Pelaksanaan tugas kepolisian merupakan esensi dari pelaksanaan undang - undang No 2 tahun 2002 tentang polri namun terkadang pelaksanaan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik. Polisi terkadang lebih banyak melaksanakan tugas sampingan daripada tugas pokoknya sebagai alat negara.

Pada masa reformasi ini, telah ditetapkan oleh pimpinan Polri untuk melaksanakan transformasi polri dalam 3 ( tiga ) bidang yaitu transformasi struktural, transformasi instrumen dan transformasi budaya. Hal ini dilakukan dalam rangka peningkatan pencitraan polisi menjadi suatu lembaga yang mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang tertuang dalam konstitusi negara. Hal ini dijelaskan dalam rencana bijak dan strategi Polri yaitu

Pokok pikiran yang terdapat Undang - undang No. 02 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ada dua yaitu:
1.     Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara, dengan sendirinya harus tunduk pada hukum negara dan setia kepada konstitusi
2.     Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Hal ini mengacu kepada Undang - Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, Pasal 30 Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000.

Berdasarkan hal tersebut di atas menjadikan Polri sebagai lembaga eksekutif yang independen. Hal ini dibedakan dengan lembaga eksekutif yang lain yang merupakan hasil dari politik dalam hal ini presiden. Sebagai lembaga eksekutif yang independen yang bertanggung jawab kepada konstitusi ( UUD 1945 ) Polri dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan hukum negara.

Sebagai lembaga negara yang melaksanakan tugas dan fungsinya di tengah - tengah kehidupan sosial yang berada di dalam masyarakat ada tentunya akan diperhadapkan pada situasi - situasi yang bersifat insidentil. Suatu kejadian yang timbul tiba - tiba yang merupakan hasil dari adanya kegiatan masyarakat suatu tempat sehingga diperlukan suatu langkah yang terpadu dengan tetap mempertimbangkan asas untuk kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan HAM. Keadaan tersebut mengharuskan seorang pimpinan kesatuan untuk mengambil suatu Tindakan Khas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tindakan khas kepolisian ini tentunya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi sebagai dasar bertindak semua insan bhayangkara.

Pelaksanaan tugas yang hanya berdasarkan " Law in Books" akan mengakibatkan Polri tidak dapat mendekati sisi - sisi gelap dari masyarakat sehingga akan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Contoh kasus : penerapan operasi premanisme yang dilaksanakan di wilayah Polda Metro Jaya yang mendapat pro - kontra terhadap pelaksanaannya. Inilah yang dimaksud sisi bayang - bayang gelap dari pelaksanaan hukum negara tersebut. Belum jelasnya apa yang dimaksud dengan premanisme tersebut namun kegiatan preman tersebut mendatangkan keresahan yang tinggi di wilayah perkotaan.
Pembuatan kebijakan yang terkesan subjektif yang hanya menunjukan arogansi sebuah lembaga / institusi dalam hal ini Polri. Lingkup pelaksanaan kepolisian yang sangat luas  membuat polri memasuki wilayah urusan lembaga lain. Hakekat tugas Kepolisian sebagai lembaga yang hanya berkutat pada masalah penanggulangan kejahatan dalam rangka memberikan rasa aman kepada masyarakat membuat polri memasuki ranah tugas lembaga lain terutama lembaga yang berwenang pada kehidupan sosial kemasyarakatan ( departemen sosial, kesehatan, badan pengedalian dampak lingkungan, dan dinas - dinas yang lain ).

Sangat jarang sekali penulis membaca pembahasan mengenai kebijakan Kepolisian ini. Perlu disadari bahwa perkembangan lingkungan eksternal kepolisian yang sedemikian cepat membutuhkan cara - cara dan pola - pola baru dalam melaksanakan tugas kepolisian. Menurut penulis adalah merupakan saat yang tepat bila kebijakan kepolisian ini di bahas dalam administrasi kepolisian yang merupakan jiwa dari semua materi pelajaran yang dipelajari di PTIK ini. Penulis akan mencoba untuk menjelaskan berdasarkan literatur yang terdapat di perpustakaan PTIK, internet maupun kuliah - kuliah umum yang dilaksanakan di PTIK. Adapun hal - hal yang akan dibahas adalah:
1.       Apakah yang dimaksud Kebijakan kepolisian itu ?
2.       Siapakah yang membuat kebijakan kepolisian itu ?
3.       Untuk siapakah kebijakan tersebut dibuat ?
4.       Mengatur apa sajakah kebijakan kepolisian itu ?

Pada Pasal 4 Undang - Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Polri memuat pokok pikiran tentang tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kaitannya dengan tujuan negara dan keamanan dalam negeri. Tujuan negara sebagai perwujudan dari falsafah/ ideologi negara selalu menjadi acuan bagi tujuan kepolisian. Hal inilah yang mengakibatkan tiap negara mempunyai sistem kepolisian yang tersendiri, bersifat khas dan terkait dengan falsafah / ideologi negara. Tujuan kepolisian yaitu mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi :
1.     Terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,
2.     Tertib dan tegaknya hukum,
3.     Terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta,
4.     Terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Negara memberikan kewenangan kepada setiap anggota Polri untuk dapat melaksanakan tugasnya. Lingkup kewenangannya meliputi :
1.     Lingkungan kuasa soal - soal yaitu yang meliputi :
a.       Soal - soal yang termasuk dalam wewenang umum kepolisian,
b.       Soal - soal yang sesuai dengan peraturan perundang - undangan lain yang menjadi wewenang kepolisian,
c.        Soal - soal dalam lingkup proses pidana yang menjadi wewenang Kepolisian.

2.     Lingkungan kuasa orang yaitu yang meliputi :
a.       Setiap orang ( WNI dan WNA ) yang melakukan tindak pidana di Indonesia.
b.       Setiapa orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia, di dalam perahu atau pesawat udara Indonesia.
c.        Setiap orang yang diluar Indonesia melakukan :
1)       Salah satu kejahatan berdasarkan pasal - pasal 104, 106, 107, 108,110, 111 bis - 1, 127 dan 131
2)       Suatu kejahatan mengenai mata uang, meterai yang dikeluarkan serta merk yang digunakan oleh pemerintah indonesia
3)       Pemalsuan surat - surat hutang piutang yang merugikan Negara RI atau suatu daerah di Indonesia.
4)       Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal - pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan perahu kepada kekuasaan bajak laut, dan pasal 479 huruf J tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l,m,n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

d.       Warga negara negara Indonesia yang di luar Indonesia melakukan :
1)       Salah satu kejahatan tersebut dalam KUHP Bab I dan Bab II Buku kedua dan pasal - pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451;
2)       Salah satu kejahatan dalam KUHP dan menurut perundang - undangan di negara mana perbuatan tersebut dilakukan diancama pidana.

e.       Setiap pegawai negeri yang diluar Indonesia melakukan kejahatan dalam Bab. XXXVIII Buku Kedua KUHP (pasal 17).

f.         Nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHP Bab. XXIX Buku kedua, dan Bab IX Buku ketiga KUHP;
Dalam hubungan internasional terdapat ketentuan hukum bahwa seorang yang mewakili negaranya secara resmi dalam negara penerima mempunyai kekebalan mutlak terhadap hukum negara penerima, bahkan kekebalan mutlak ini berlaku pula terhadap hukum setempat.

3.     Lingkungan kuasa Tempat yaitu yang meliputi :
a.          Lingkungan kuasa tempat dari penyelenggaraan fungsi kepolisian
b.          Lingkungan kuasa tempat dari pejabat kepolisian
c.          Penegasan tentang kepolisian nasional yang berwenang menjalankan tugasnya di seluruh wilayah Republik Indonesia
d.          Legitimasi bagi satuan kewilayahan Polri dengan lingkungan kuasa tempat yang meliputi daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas kepolisian.

4.     Lingkungan kuasa waktu disebut juga matra warsa yang meliputi :
a.          Kewenangan menuntut pidana hapus karena lewat waktu :
1)    Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun.
2)    Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah 12 tahun,
3)    Mengenai kajahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

b.          Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing - masing tenggang lewat waktu di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Kedudukan Polri dalam sistem pemerintahan negara adalah berada di dalam kelompok lembaga negara yang eksekutif yang independen ( Prof. Jimly Asshiddiqie, SH, mantan ketua MK, ). Keberadaan Polri di wilayah eksekutif ini sebagai lembaga yang independen seperti hal dengan TNI, BPK dan Bank Indonesia, lain halnya dengan Presiden merupakan juga lembaga eksekutif tetapi suatu lembaga eksekutif politik karena dipilih melalui pemilihan umum. Pengangkatan Kapolri oleh presiden bukan berarti Polri berada di bawah Presiden tetapi lebih merupakan koordinasi antar sesama lembaga eksekutif serta adanya check and balance yang dilakukan oleh lembaga legislatif dalam hal ini DPR RI. Adanya check and balance adalah salah satu prinsip good governance.

Pada Konstitusi negara indonesia dalam hal ini, UUD 1945 amandemen disebutkan pada Bab XII tentang Pertahanan dan keamanan negara pasal 30 ayat (4) disebutkan bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Polri adalah alat negara bukan alat pemerintahan. Polri sengaja dibentuk dan diposisikan sebagai alat negara  sehingga ia bertanggung jawab langsung terhadap konstitusi bukan kepada pemerintah ( presiden ). Hal ini untuk menjamin independensi Polri dalam melaksanakan tugasnya. Ketika hal tersebut dilanggar, maka kewajiban DPR RI sebagai fungsi pengawasan terhadap kinerja lembaga pemerintahan meminta tanggapan Kapolri dalam bentuk hearing atau dengar pendapat dihadapan DPR RI.

Terminologi Kebijakan Kepolisian

Arti kata “ Kebijakan” atau “Kebijaksanaan” dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia (Williem Kehelay-Michael Andres, 1993) berarti “Wisdom”. , tetapi dalam Ilmu Pemerintahan atau ilmu politik, Kebijakan  dapat disamakan artinya dengan  “Policy”. Sedangkan “Policy” secara lebih mendalam tidak dapat diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, sebab “Policy” tidak sama dengan Kebijakan atau Kebijaksanaan, “Policy” mempunyai sifat yang sangat positif, sedangkan Kebijakan atau Kebijaksanaan mempunyai sifat dapat positif dan dapat negatif. Kebijakan/Kebijaksanaan didefinisikan sebagai pengambilan keputusan oleh kekuasaan atau yang berwenang yang dipengaruhi oleh sistem politik tertentu dan akan menjadi pedoman dalam sistem atau program untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan pengertian “Policy” menurut para ahli antara lain :
1)         Menurut H. Heclo (1972) menyebutkan Policy bukan istilah yang jelas dengan sendirinya, Policy adalah tindakan yang sengaja dilakukan atau ketidakmauan untuk bertindak secara sengaja.
2)         Menurut D. Easton (1953), Policy terdiri dari serangkaian keputusan- keputusan dan tindakan-tindakan yang mengandung nilai.
3)         Menurut W.I. Jenkin (1978), Policy merupakan serangkaian keputusan- keputusan yang saling terkait, berkenaan dengan pemilihan tujuan- tujuan dan cara-cara mencapainya dalam situasi tertentu. Bila dikaitkan dengan sistem politik di Indonesia, kebijakan merupakan respon sistem politik terhadap kekuatan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kekuatan lingkungan dalam hal ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya suatu kebijakan. Selanjutnya dijelaskan bahwa sistem politik adalah adalah sejumlah lembaga atau aktivitas politik di masyarakat yang berfungsi mengubah in-put (demand, support dan resources) menjadi kebijakan yang otoritatif bagi masyarakat (out-put).

Berdasarkan UU Polri nomor 2/2002, pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal - ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang - undangan. Istilah yang berkait dengan hal - ihwal pada pengertian tentang kepolisian di atas adalah :
1)         Keamanan
Mengenai paham dan pandangan tentang keamanan didapatkan dari konsepsi Polri Tata tentaram kerta raharja bahwa aman mengandung empat unsur pokok, yaitu :
a)         Security adalah perasaan bebas dari gangguan baik fisik maupun psikis;
b)         Surety adalah perasaan bebas dari kekhawatiran;
c)          Safety adalah perasaan bebas dari resiko;
d)         Peace adalah perasaan damai lahiriah dan batiniah.

2)         Keamanan Nasional
3)         Keamanan Negara
4)         Keamanan Rakyat Semesta
5)         Keamanan Umum dan Ketentraman Masyarakat
6)         Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
7)         Keamanan dalam negeri

Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa Kebijakan Kepolisian adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang Unsur Pimpinan Polri yang dipengaruhi oleh adanya situasi dan perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam bentuk tindakan pencegahan dan penegakan hukum dalam waktu tertentu.

Kebijakan Kepolisian dan Polri
Pembuatan kebijakan kepolisian ini di dasarkan pada pelaksanaan tugas dan wewenang Polri seperti yang terdapat di dalam UU RI Nomor 2 /2002 tentang Polri.Bab III tentang tugas dan wewenang.

Perkembangan lingkungan eksternal kepolisian dalam hal ini masyarakat di haruskan seorang anggota Polri dapat mengambil langkah - langkah untuk dapat terus memberikan dan menjamin rasa aman kepada masyarakat. Dihadapkan pada situasi yang tidak menentu dan insidentil tergantung dari daya tahan dari masyarakat dalam menjaga komunitasnya, diharapkan seorang pimpinan polri dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat serta efisien dan efektif.
 










Penulis membagi dua bentuk pengambilan keputusan seorang pejabat kepolisian sebagai berikut :

Kebijakan Kepolisian
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Kebijakan Kepolisian adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang Unsur Pimpinan Polri yang dipengaruhi oleh adanya perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam bentuk tindakan pencegahan dan penegakan hukum kepada kelompok/ golongan masyarakat tertentu, dalam waktu tertentu untuk mempertahankan dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan pengertian tersebut, unsur - unsur dari Kebijakan kepolisian adalah :
a)         Pengambil keputusan
b)         Perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat
c)          cara bertindak
d)         Kepada golongan atau kelompok tertentu di dalam masyarakat
e)         Adanya tujuan

Kebijakan kepolisian diputuskan oleh Pimpinan Polri. Pimpinan Polri yang dimaksud adalah Kepala Kepolisian Daerah ( Kapolda ) yang berada di ibukota propinsi. Masing - masing propinsi memiliki karakteristik yang berbeda - beda. Di bawah polda terdapat beberapa polres dan di beberapa polres terdapat beberapa polsek. Kewenangan untuk membuat kebijakan kepolisian hanya terletak di tangan seorang Kapolda karena itu perlu adanya standarisasi baku seorang pejabat Polri untuk bisa menduduki jabatan tersebut. Perlu standarisasi untuk jabatan strategis tersebut untuk memberikan jaminan bahwa seorang Kapolda capable untuk dapat menduduki jabatan kapolda sehingga ia mampu melaksanakan tugas sebagai seorang kapolda. Kapolda sebagai pembuat kebijakan kepolisian yang akan dilaksanakan oleh Kapolres dan Kapolsek.

Sebagai pimpinan tertinggi Polri, Kapolri diberikan wewenang hanya sebagai pembuat visi dan misi Polri. Karena melihat wilayah jurisdiksinya yang meliputi seluruh wilayah negara Indonesia. Wilayah yang demikian luas, tidak mungkin dijangkau dalam waktu yang singkat sehingga perlu adanya pendelegasian wewenang kepada seorang Kapolda dengan memberikan batasan - batasan dalam melakukan tindakan berupa pernyataan visi dan misi.

Dalam proses pengambilan keputusan seorang Kapolda harus tidak berdasarkan penilaian sendiri. Hal ini untuk mencegah pengambilan kebijakan kepolisian yang keliru dan tidak tepat untuk diterapkan di dalam masyarakat. Penulis lebih cendrung proses pengambilan keputusan tersebut diberdasarkan atas perpolisian berorientasi pencapaian sasaran ( Policing By Objectives ). PBO diadopsi dari Management by objectives ( manajemen berorientasi pencapaian sasaran ). Dalam PBO ada istilah yang digunakan yaitu linking pin ( prinsip kait penghubung ) yaitu seorang Kapolda dalam mengambil keputusan terhadap sebuah masalah sosial, salah satu contoh Premanisme, perlunya mengajak unsur masyarakat dan pemerintah daerah sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dalam pelaksanaan tugas kepolisian tersebut.

Kapolda perlu membentuk suatu tim untuk melakukan pembahasan beserta unsur masyarakat dan pemerintah daerah.
 







Wujud dari kebijakan Kepolisian adalah :
a)         Tindakan Preventif
-        Himbauan
Misalnya : tidak membawa barang - barang yang berkilauan saat bepergian ke tempat ramai contohnya pasar
-        Larangan
Misalnya : pada masa pemilu legislatif bulan April 2009 Kapolda Jawa Tengah memberikan larangan bagi panitia liga sepakbola Indonesia untuk menyelanggarakan pertandingan di stadion jatidiri Semarang, Jawa Tengah.

b)         Tindakan Represif/ Penegakan hukum
Misalnya : Kapolda Kalimantan Selatan melakukan penegakan hukum terhadap kasus illegal logging berupa penangkapan dan penyitaan kepada sejumlah orang dan alat berat yang sedang melakukan aktivitasnya dalam illegal logging.

Kebijakan kepolisian tersebut bersifat tidak mengatur stuktur internal Polri karena Polri sudah punya aturan main sendiri ( rational system organization ). Kebijakan kepolisian yang dikeluarkan untuk urusan internal hanya akan mengakibatkan "pemborosan" dan rusaknya sistem yang telah ada di dalam tubuh Polri sendiri. Kebijakan kepolisian hanya diperuntukkan untuk kepentingan eksternal Polri yaitu masyarakat dimana kesatuan Polri tersebut berada.

1)         Diskresi kepolisian
Rumusan diskresi kepolisian terdapat pada pasal 18 UU RI nomor 2/2002 tentang Polri.

Pengambil keputusan pada diskresi kepolisian adalah seorang pejabat kepolisian yang sedang melaksakan tugas di tengah - tengah masyarakat. Dapat dikatakan bahwa yang melaksanakan diskresi kepolisian ini adalah anggota Polri lapangan yaitu anggota samapta, anggota lantas dan anggota reskrim.

Dalam ilmu hukum kepolisian dikenal beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang petugas kepolisian akan melakukan " diskresi " yaitu :
a)         Tindakan harus benar - benar diperlukan atau asas keperluan
b)         Tindakan yang diambil benar - benar untuk kepentingan tugas kepolisian
c)          Tindakan yang paling tepat untuk mencapai sasaran yaitu hilangnnya suatu gangguan atau tidak terjadinya sesuatu yang dikuatirkan.
d)         Dalam mengambila tindakan harus selalu dijaga keseimbangan antara sifat tindakan atau sarana yang dipergunakan dengan besar kecilnya suatu gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak ( asas keseimbangan ) .

Kebijakan kepolisian dan Masyarakat
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kebijakan kepolisian itu diterapkan kepada golongan / kelompok tertentu yang berada di dalam masyarakat. Sasaran kebijakan kepolisian ini hanya kepada golongan / kelompok tertentu di dalam masyarakat adalah dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian yang efektif dan efisien dengan langsung menyentuh kepada pokok permasalahan. Hal ini untuk mencegah masyarakat lain menjadi "terganggu" dengan tindakan kepolisian tersebut.

Berbagai komponen yang ada di dalam masyarakat mempunyai kesempatan untuk memberikan pendapat mengenai tindakan apa yang akan dilakukan oleh polisi terhadap perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Pada proses pengambilan keputusan di atas lembaga legislatif daerah tidak diikutsertakan dalam kelompok kerja kebijakan kepolisian karena DPRD melaksanakan fungsi check and balance.

Perumusan kebijakan kepolisian dengan menggunakan PBO diatas adalah salah satu bentuk pelaksanaan good governance yaitu transparansi dan akuntabilitas. Perumusan kebijakan kepolisian ini perlu mengajak masyarakat atau pok masyarakat dan pemerintah daerah dengan harapan bahwa pelaksanaan tugas kepolisian dalam melakukan preventif dan represif terhadap suatu perkembangan situasi yang tidak menguntungkan kepada keamanan dan ketertiban masyarakat dapat diatasi dengan efektif dengan cara - cara yang efisien. Pada pelaksanaannya juga, dapat mengurangi korban masyarakat yang seharusnya tidak bukan termasuk sasaran dalam kebijakan kepolisian tersebut.


Kesimpulan

Perkembangan lingkungan eksternal kepolisian dalam hal ini masyarakat di haruskan seorang anggota Polri dapat mengambil langkah - langkah untuk dapat terus memberikan dan menjamin rasa aman kepada masyarakat. Dihadapkan pada situasi yang tidak menentu dan insidentil tergantung dari daya tahan dari masyarakat dalam menjaga komunitasnya, diharapkan seorang pimpinan polri dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat serta efisien dan efektif.

Kebijakan Kepolisian adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang Unsur Pimpinan Polri yang dipengaruhi oleh adanya perkembangan situasi yang tidak menguntungkan bagi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam bentuk tindakan pencegahan dan penegakan hukum kepada kelompok/ golongan masyarakat tertentu, dalam waktu tertentu untuk mempertahankan dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam pengambilan keputusan seorang Kapolda harus mengikutertakan masyarakat. Dengan menggunakan PBO setidaknya seorang Kapolda dapat mengambil keputusan yang terbaik dari yang baik untuk pelaksanaan tugas Polri dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat . Dalam PBO ada istilah yang digunakan yaitu linking pin ( prinsip kait penghubung ) yaitu seorang Kapolda dalam mengambil keputusan terhadap sebuah masalah sosial, salah satu contoh Premanisme, perlunya mengajak unsur masyarakat dan pemerintah daerah sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dalam pelaksanaan tugas kepolisian tersebut

Saran
Sebagai hal yang baru,  kebijakan kepolisian perlu dirumuskan. Pelaksanaan operasi preman yang dilaksanakan oleh mabes Polri pada waktu yang lalu adalah sebuah contoh yang baik untuk berkaca bahwa ditengah - tengah masyarakat yang kritis saat ini membutuhkan suatu sistem kepolisian yang tangguh dan sekaligus dapat melaksanakan tugas dan wewenang sebagai alat negara pengawal konstitusi.



DAFTAR PUSTAKA

1.     Prof, Dr,Asshiddiqie, JIMLY, SH, " Pokok - Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi ", PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2007.

2.     Lubans, V.A, dkk,  Policing By Objectives, Social Development coorporation, Hartford, Connectitut, 1979

3.     Irjen. Pol. Purn. Kelana, MOMO, M.Si, " Memahami Undang - Undang Kepolisian; Latar belakang dan komentar pasal demi pasal", PTIK Press, Jakarta, 2002

4.     Irjen. Pol. Purn. Kelana, MOMO, M.Si, " Konsep - Konsep Hukum Kepolisian ", PTIK Press, Jakarta, 2007

5.     http://www.scribd.com/ JUDUL Nambah Ilmu Tentang Analisis Kebijakan Publik, up load tanggal 23 JUNI 2009

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan dari pembaca sangat kami harapkan