Kamis, 10 Februari 2011

HUBUNGAN PATRON KLIEN ANTARA PENGUSAHA SPBU – PENGECER BBM DI WILAYAH ABUNG SELATAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Adanya kebijakan pemerintah dalam menaikkan BBM sebanyak 2 ( dua ) kali yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008, memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada semua lapisan masyarakat. Hal ini sangat menyentuh pada masyarakat golongan bawah. Mengapa tidak, untuk mencukupi hal – hal yang sifatnya rutin setiap hari sangat susah ditambah dengan kenaikan BBM akan memicu dengan kenaikan barang – barang yang lain.

Hal ini juga menimbulkan adanya peluang usaha bagi masyarakat sekitar SPBU. Peluang usaha yang dimaksud adalah berupa penjualan BBM secara eceran. untuk mendapatkan bensin 1 liter kita harus membayar Rp 7.000,00 selisih Rp 1.000,00 dengan yang di harga bensin 1 liter di SPBU yaitu Rp 6.000,00.
 Terkadang kalau kita ingin membeli bensin di SPBU, pihak SPBU akan mengatakan bahwa bensin telah habis, karena lokasi SPBU berikut berjarak sekitar 2 jam, konsumen tersebut harus membeli bensin yang dijual eceran. Dengan harga yang demikian, pihak pengecer akan mendapatkan untung sebanyak Rp 1.000,00 / liter. Apa keuntungan yang diperoleh oleh SPBU ?

Keuntungan yang diperoleh oleh SPBU adalah mendapatkan uang untuk “ngecor “ ( membeli bensin dengan menggunakan dirigen dalam jumlah banyak. Adapun uang ngecornya adalah setiap 10 liter pihak pengecor harus membayar Rp 2500,00 kepada pengusaha SPBU.
 Terjadinya interaksi yang sangat erat ini menggambarkan adanya interaksi sosial yang bersifat ekonomi. Syarat terjadinya interak sosial merupakan aspek perilaku. Dalam interaksi sosial tersebut harus memenuhi dua unsur yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Tanpa kedua factor tersebut tidaknya sikap saling member dan menerima dengan tatanan yang sudah diatur oleh yang member.

Terlihat sangat jelas bahwa hubungan ini diatur oleh pengusaha SPBU sebagai bos dan pengecer BBM sebagai anak buah. Hubungan mencerminkan adanya hubungan patron – klien.

Hubungan patron – klien mempunyai ciri khusus yang berbeda dari corak hubungan-hubungan sosial lainnya, seperti hubungan pertemanan (friendship) dan hubungan perantara (Brokerage). Perbedaan kedua hubungan tersebut terutama ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara patron dan klien yang tidak seimbang dalam mempertukarkan barang dan jasa.

Ketidakseimbangan ini menghasilkan adanya hubungan ketergantungan klien kepada patron. Ketergantungan tersebut berupa ikatan-ikatan yang meluas dan melentur serta bersifat pribadi melampaui batas-batas hubungan yang semula melanda tersujudnya hubungan diantara keduanya.

Selanjutnya James Scott (1997) yang dikutip Parsudi Suparlan menyebutkan bahwa “Seorang klien adalah seorang yang menjamin hubungan saling tukar enukar benda dan jasa secara tidak seimbang dengan patronnya, dimana klien tidak mampu membalasnya secara penuh. Klien terlibat dalam suatu hutang budi yang telah mengikat pada patronnya”.

Lebih lanjut Parsudi Suparlan menyatakan bahwa hubungan patron-klien tersebut disebabkan oleh adanya unsur-unsur: interaksi tatap muka diantara pelaku yang bersangkutan, adanya pertukaran barang dan jasa yang relatif tetap berlangsung diantara para pelaku, adanya ketidaksamaan dan ketidakseimbangan dalam pertukaran benda dan jasa, dan ketidakseimbangan dan ikatan yang bersifat meluas dan melentur diantara patron dengan klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan dari pembaca sangat kami harapkan