Jumat, 04 November 2011

KEPUASAN KERJA


DALAM FUNGSI RESKRIM


Polri sebagai institusi publik yang melakukan tugasnya sebagian besar untuk melayani masyarakat selama 24 jam nonstop. Hal ini tentunya akan mendatangkan konsekuensi logis bagi seluruh aparat kepolisian republik Indonesia untuk selalu siap dalam melaksanakan bila sewaktu - waktu diperlukan maupun juga harus proaktif bila melihat suatu kejadian atau perilaku dari seseorang/ kelompok yang mencurigakan. Di satu sisi seorang anggota Polisi adalah bagian dari suatu kelompok tertentu yang berada di dalam masyarakat yaitu keluarga dan kerabat - kerabatnya di sisi lain ia adalah seorang polisi yang harus mengabdikan diri bagi masyarakat.

Dalam organisasi Polisi terdapat suatu bagian/ satuan yang khusus menangani setiap kasus yang dilaporkan oleh masyarakat. Bagian/ satuan tersebut merupakan bagian kecil dari organisasi Polri yang diberikan wewenang khusus untuk melakukan penyidikan terhadap setiap tindak pidana yang terjadi. Bagian tersebut dinamakan Satuan reskrim yang dikepalai seorang kepala satuan ( Kasat Reskrim ). Kadang - kadang seorang penyidik harus melaksanakan olah TKP pada malam hari, pada saat hujan dan lokasi yang sangat jauh dari kesatuan. Dengan hanya berbekalkan jas hujan 2 - 3 orang anggota dengan mengendarai sepeda motor anggota - anggota tersebut bergegas ke tempat kejadian perkara. Keterbatasan sarana - prasarana tidak menyurutkan niat para anggota reskrim untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mendatangi tempat kejadian perkara. Hal tersebut menggambarkan adanya kepuasan terhadap pekerjaannya berupa berusaha berbuat yang terbaik untuk pekerjaan tersebut walaupun diperhadapkan pada sarana prasarana yang sangat minim bahkan tidak ada.

Kalau semua anggota Reskrim berbuat seperti di atas, penulis yakin bahwa komplain masyarakat terhadap kinerja satuan reskrim pasti sangat kurang bahkan tidak ada. Namun yang terjadi saat ini adalah sebaliknya, bahwa komplain masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri menempati tempat pertama dalam penilaian internal mabes Polri. Pada tahun 2007 hal tersebut mencapai angka 73,3 % ( Paparan Itwasum mabes Polri di Polda Lampung ). Hal ini mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang saat ini dilakukan sehingga mengakibatkan pekerjaan tersebut dikerjakan dengan tidak profesional. Ketidakpuasan dalam organisasi reskrim dapat diakibatkan oleh berbagai hal. Salah satu faktor yang paling besar yang mengakibatkan adanya ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan sebagai penyidik reskrim menurut penulis adanya anggapan yang masih dianut oleh beberapa orang anggota reskrim dan itu menular kepada anggota yang lain bahwa satuan reskrim merupakan tempat untuk mendapatkan uang yang banyak. Pendapat ini tidak dianut hanya oleh seorang pangkat bintara tetapi juga kadang kala pimpinan Polri menganggap bahwa satuan reskrim merupakan tempat untuk mendapatkan uang.

Proses interaksi seseorang dalam jangka waktu yang lama dengan organisasinya akan menghasilkan apa yang disebut dengan kepuasan atau ketidakpuasan pekerjaan. Proses interaksi ini dialami oleh seluruh pekerja pada semua tingkat manajemen. Dari pimpinan tertinggi hingga OB ( office boy ) turut mengalami apa yang disebut kepuasan atau ketidakpuasan pekerjaan. Ada banyak faktor yang dapat mengakibatkan adanya kepuasan atau ketidakpuasan seorang penyidik terhadap organisasi satuan reskrim tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang bersifat subjectif dan setiap orang berbeda - beda tingkat kepuasan maupun faktor - faktor penyebab kepuasan itu timbul. Faktor - faktor tersebut diantaranya adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang promosi dan hubungan dengan mitra kerja[1] .

1.       Faktor - faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan penyidik terhadap pekerjaannya.
a)        Nilai
Nilai adalah keyakinan - keyakinan dasar bahwa pola perilaku khusus atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih disukai daripada pol aperilaku atau bentuk akhir keberadaan yang berlawanan atau kebalikan[2]. ketika akan berbicara tentang individu sangat penting untuk memahami nilai - nilai yang membentuk individu tersebut. Nilai ini akan memberikan masukan yang utama dalam seseorang memberikan tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Adanya keyakinan bahwa suatu perbuatan salah merupakan pernyataan nilai. Seorang kapolda yang mengangkat seorang kapolres berdasarkan pertimbangan bahwa kapolres tersebut harus satu suku dengan sang kapolda, mendatangkan berbagai pernyataan negatif oleh orang - orang yang juga memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan tersebut. Pernyataan tersebut adalah merupakan pernyataan nilai.

Menurut MILTON ROKEACH menciptakan dua perangkat nilai yaitu [3]
1)        Nilai - nilai Terminal : merujuk pada bentuk akhir keberadaan yang sangat diinginkan. ini adalah sasaran yang ingin dicapai oleh seseorang dalam hidupnya.

2)        Nilai - nilai Instrumental : merujuk kepada bentuk perilaku atau upaya - upaya untuk mencapai nilai - nilai terminal yang lebih disukai oleh orang - orang tertentu.
Nilai Terminal
Nilai Instrumental
1
2
Kehidupan yang nyaman
Ambisius
Kehidupan yang menarik
Berpandangan luas
Rasa pencapaian
Berkemampuan
Dunia dalam perdamaian
Ceria
Kehormatan diri
Patuh
Pengakuan sosial
Sopan
Persahabatan sejati
Tanggung jawab
Kebijaksanaan
Pengendalian diri
Keamanan nasional
Intelektual
Kebahagian
Jujur
Kesetaraan
Penuh keberanian












b)        Sikap
Sikap adalah pernyataan - pernyataan evaluatif - baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan- mengenai suatu obyek, orang atau peristiwa[4]. Sikap merupakan implementasi dari kognitif, afektif dan perilaku[5].

Pernyataan nilai merupakan salah satu bentuk Komponen kognitif. Komponen afektif ( affect = kepedulian ) adalah segmen emosional atau perasaan dari sikap dan dinyatakan dengan pernyataan tidak suka dengan individu tersebut karena alasan perbuatan yang tidak sesuai dengan kompnen kognitif tadi. Komponen perilaku adalah sikap yang merujuk kepada maksud untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap individu atau sesuatu. Pada bagian ini adanya perbuatan - perbuatan yang nampak mungkin dengan sikap menghindar, tidak mau bertemu dengan individu yang tidak sesuai dengan komponen afektifnya.


Seseorang merupakan suatu perpaduan yang utuh dari segala hal. Seseorang dapat mencerminkan berbagai sikap terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Seorang penyidik akan bereaksi  yang negatif ketika mengetahui kinerjanya selama ini dihargai lebih rendah dengan penyidik yang malas tetapi kedudukanya lebih senior darinya, tetapi ada juga penyidik yang menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang lazim karena kedudukannya sebagai junior yang harus bekerja lebih keras untuk mengungkap sebuah kasus. Reaksi tersebut bisa berupa malas dalam melakukan penyidikan atau mungkin merubah orientasi diri dari orientasi yang penuh idealisme menjadi suatu orientasi yang penuh dengan penyimpangan yaitu untuk mengumpulkan uang berupa memeras korban atau tersangka, menggelapkan barang bukti narkoba atau judi dan lain - lain.

2.       Faktor - faktor organisasi

Pelaksanaan tugas sebagai seorang penyidik Polri di dalam suatu organisasi Polri merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan perpaduan antara intelektual skills dan emotional. Perpaduan antara keduanya harus tetap berdasarkan pada jalur aturan/ peraturan perundang - undangan yang ada.

a)        Struktur
Sikap seorang penyidik yang melakukan kerjanya dengan profesional tentunya akan mendatangkan hasil yang baik. Tetapi kadang - kadang yang terjadi adalah seorang Penyidik harus tunduk pada otoritas yang lebih tinggi dari jabatannya. Suatu Individu yang pekerjaannya memerlukan ketergantungan tugas kepada tingkat yang lebih tinggi, ia harus membuat modifikasi dan penyesuaian berdasarkan pada reaksi dan informasi dari lainnya ( Thompson, 1967)[6].

Profesionalisme adalah kinerja atau kerja yang ditunjukan oleh seseorang yaitu seorang profesional melalui tindakan - tindakan dan sikap - sikapya dimana dia tahu apa yang dikerjakannya dan menghasilkan pekerjaan yang bermutu, yang memuaskan bagi yang dilayani atau yang memesan pekerjaannya. Seorang profesional memperoleh gaji atau uang yang cukup dari profesi yang ditekuninya[7].

Pada tingkat Mabes Polri kewenangan tertinggi sebagai atasan langsung dari seorang penyidik Polri adalah seorang Kaba Reskrim, pada tingkat polda kewenangan tertinggi dilaksanakan oleh seorang Direktur Reskrim, kemudian pada tingkat polres kewenangan tertinggi dilaksanakan oleh seorang Kapolres yang dibantu oleh seorang kasat reskrim dan pada tingkat polsek dilaksanakan oleh seorang Kapolsek yang dibantu oleh seorang Kanit Reskrim.

Kewenangan untuk melakukan penyidikan sudah diatur dengan jelas di dalam KUHAP ( UU RI No. 8 /1981 ) namun seringkali hal ini harus diabaikan bila berhadapan dengan seorang pimpinan dengan pendapat yang "berbeda". Mau tidak mau bahwa seorang Penyidik Polri harus melaksanakan perintah tersebut dengan konsekuensi melakukan hal - hal yang berada di luar yang seharusnya dilakukan dalam melakukan penyidikan. Kalau seorang Penyidik bersikukuh tetap mempertahankan ketentuan seperti yang terdapat dalam KUHAP, kepadanya akan dikenakan mutasi personil sehingga tidak menangani kasus tersebut diganti oleh penyidik yang sudah paham dengan kemauan pimpinan yang "berbeda" tersebut.

b)        Pengalaman kerja
Kemampuan seseorang dalam melaksanakan Penyidikan tidak didapatkan dengan dapat hanya memecahkan satu perkara saja sampai kepada pengadilan. Penyidik harus melalui proses yang cukup lama untuk menjadi seorang penyidik yang handal. Kemampuan teoritik saja tidak cukup untuk bisa melakukan penyidikan secara benar dan tepat tetapi diperlukan juga kemampuan penguasaan lapangan.
Kemampuan Penyidikan adalah field science ( ilmu lapangan/praktek ), sehingga harus bisa mempertimbangkan dengan menggunakan fakta yang ada dan logika ( teori ) berpikir yang benar.

Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tidak ada teknologi manapun di dunia dapat menyalin pengalaman dan memberikannya kepada orang untuk diajarkan ( Shapiro, Furts, Spreitzer & Von Glinow, 2000: 460)[8]. Semakin lama seseorang menekuni pekerjaannya semakin ahli orang tersebut pada pekerjaan tersebut. Karena setiap kali seseorang akan melamar pekerjaan faktor pengalaman kerja pada bidang yang diingini tersebut menjadi suatu yang memperoleh pertimbangan untuk diterimanya ia di pekerjaan tersebut.

Semakin lama seorang penyidik melakukan tugas penyidikan semakin mahir yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Penyidik tersebut akan semakin mapan dalam melaksanakan penyidikan. Hal ini juga akan menentukan tingkat kepuasan seorang penyidik karena kepuasan tersebut dapat tercermin melalui bertahannya ia menjadi seorang penyidik dalam jangka waktu yang lama.

c)         Bekerja Dalam Kelompok ( Work in Group )
Penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikannya harus mengerjakannya dengan bantuan beberapa orang penyidik. Penyidikan tidak bisa dilaksanakan hanya oleh satu orang saja.

Pertimbangan bahwa penyidikan adalah pekerjaan kelompok:
1)        Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan perlu kecermatan dan ketelitian karena tindakan tersebut merupakan tindakan melanggar HAM yang dibenarkan oleh hukum ( Prosedural ) sehingga diperlukan pendapat lain ( second opinion ).

2)        Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik, rentan terhadap penyalahgunaan wewenang.

3)        Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik pasti akan mendapat perlawanan dari keluarga tersangka atau tersangka sendiri baik terutama perlawanan fisik karena diperlukan kekuatan yang lebih besar sehingga dapat mencegah tindakan lain yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Saling ketergantungan tugas ( yang dikumpulkan  individual ) telah saling  berhubungan unrtuk mencapai suatu tujuan ( e.g., Campion et al., 1993) dan menggolongkan kepuasan kelompok ( persepsi kepuasan yang dikumpulkan oleh individu - individu tersebut ; e.g., Campion et al., 1996)[9]. Kepuasan yang didapatkan berupa kepuasan masing - masing individu yang diberikan kepada kelompok untuk tuntasnya suatu penyidikan. Pengertian tuntas disini bahwa kasus tersebut telah bisa disidangkan di pengadilan dan tersangka dapat dijatuhi hukum yang setimpal dengan kesalahannya.

Dengan melakukan penyidikan yang dibantu oleh penyidik yang lain dapat dihindari adanya kesalahan dalam mengambil keputusan. Job discretion is the extent to which individuals have control over how an assigned task is to be implemented (Langfred, 2000). Individuals with lower levels of discretion have less autonomy in how they perform their jobs (Pierce, Newstrom, Dunham, & Barber,1989) and are more likely to have to seek out information from a variety of sources (Norman et al., 1995). Satu pertimbangan adalah lebih baik dengan lebih dari dua pertimbangan hukum yang diberikan untuk menentukan tuntasnya suatu penyidikan.
              
Penyidik Polri adalah suatu individu yang mempunyai wewenang untuk melakukan upaya paksa kepada seseorang yang diduga melakukan suatu kejahatan. Proses penyidikan yang dilakukan oleh seorang bukan merupakan proses yang statis tetapi proses tersebut mengandung suatu pertimbangan penyidik yang bernilai subjektif.

Seorang penyidik dapat dengan mudah melakukan penahanan terhadap seseorang berdasarkan alat bukit yang sudah lengkap tetapi dapat dengan mudah juga tidak melakukan penahanan terhadap seseorang yang memang alat buktinya juga lengkap. Inilah yang disebut dengan pertimbangan seorang penyidik. Pada tingkat kepuasan pekerjaan tertentu seorang penyidik dapat dengan mudah menahan seseorang tetapi juga tidak mau menahan seseorang dengan berbagai alasan yang logis.

Tingkat kepuasan pekerjaan tertentu seorang penyidik dapat diklasifikasikan dengan nilai puas dan tidakpuas.
1.        Puas
Penyidik dengan tingkat puas pekerjaan yang tinggi memiliki ciri - ciri :
a)        Berdedikasi tinggi
b)        Motivasi tinggi
c)         Kemampuan pengendalian diri yang tinggi
d)        Profesional
e)        Cermat dan Teliti
f)         Bertanggung jawab terhadap pekerjaannya
g)        Disiplin
h)        Tindakannya berdasarkan Kode etik Polri

2.        Tidak puas
Penyidik dengan tingkat tidak puas dengan pekerjaannya memiliki ciri - ciri :
a)        Malas
b)        Ceroboh
c)         Selalu menghindar
d)        Keberpihakan
e)        Mengulur - ulur waktu
f)         Apatis

a.         Pemecahan masalah
Kepuasan seorang penyidik akan pekerjaannya dalam melakukan penyidikan perlu ditingkatkan untuk mencapai pada tingkat puas sehingga dapat mengurangi implikasi terhadap kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini harus segera disadari oleh organisasi Polri karena pemecahan melalui memutasikan penyidik adalah merupakan hal yang sangat tidak bijak. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh organisasi yang sekelas mabes Polri.

Perlunya dilakukan penjajakan terhadap penyidik yang "bermasalah" tersebut dengan menugaskan unit psykologi untuk mengetahui sebab - sebab dari menurunnya tingkat kepuasan terhadap pekerjaannya.

Penjajakan tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penyebab menurunnya tingkat kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan penyidik tersebut. Pengidentifikasian faktor penyebab menurunnya kepuasan pekerjaan perlu dilakukan agar hal tersebut dapat segera diatasi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang tersebut.

 Setelah mengetahui penyebab terjadinya penurunan tingkat kepuasan pekerjaan dan solusinya , unit psykologi segera melaporkan hal tersebut kepada pimpinan yang memimpin langsung satuan tersebut dalam hal ini kapolres. Kapolres dapat membahasnya secara langsung kepada para staf untuk segera diambil keputusan yang tepat. Hal ini perlu dilakukan dengan prinsip bahwa setiap Penyidik Polri adalah aset utama Polri yang fungsinya untuk melakukan penegakan hukum.


DAFTAR PUSTAKA


1.        Shaw, Jason D. Michelle K. Duffy and Eric M. Stark. Interdependence and Preference for Group Work: Main and Congruence Effects on the Satisfaction and Performance of Group Members. Journal of Management 2000; 26; 259
2.        Timothy D. Golden and John F. Veiga," The impact of extent of telecommuting on job satisfaction : resolving inconsistent findings. Journal of Management 2005.
3.        Suparlan, Parsudi. Kode etik untuk menunjang profesionalisme Polri. PTIK press. Jakarta. 2007 : Farris
4.        S.J. Breckler. Empirical validation of affect, behavior and cognition as district components of attitude. Journal of personality and social psychology. May 1984. Hal 1191 - 1205
5.        Robbins, Stephen P. Perilaku organisasi ( terjemahan dari buku asli organizational behavior). PT. Intan Sejati Klaten. Klaten. 2003. cetakan kesepuluh
6.        J.P. Wanous A.E Reichers dan M.J. Hudy. Over all job satisfaction : how good single item measures?. Journal of applied psychology, April 1997, hal 247-52



[1] J.P. Wanous A.E Reichers dan M.J. Hudy, " over all job satisfaction : how good single item measures?" journal of applied psychology, April 1997, hal 247-52
[2] Lihat buku “ perilaku organisasi ( terjemahan dari buku asli organizational behavior) ”, Stephen P. Robbins, cetakan kesepuluh, 2003, hal 84
[3] ibid hal 84
[4] Ibid, hal 93
[5] S.J. Breckler, " Empirical validation of affect, behavior and cognition as district components of attitude, " Journal of personality and social psychology," May 1984. Hal 1191 - 1205
[6] Timothy D. Golden and John F. Veiga," The impact of extent of telecommuting on job satisfaction : resolving inconsistent findings
[7] Parsudi Suparlan, " Kode etik untuk menunjang profesionalisme Polri." PTIK press, jakarta. 2007 : Farris
[8] Ibid, Hal 303
[9] Jason D. Shaw, Michelle K, Duffy and Eric M. Stark, " Interdependence and preference for group work : main and congruence effects on the satisfaction and performance of groups members", journal of management 2000;26;259, hal 260

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan dari pembaca sangat kami harapkan