DALAM FUNGSI RESKRIM
Polri sebagai institusi publik yang melakukan tugasnya
sebagian besar untuk melayani masyarakat selama 24 jam nonstop. Hal ini
tentunya akan mendatangkan konsekuensi logis bagi seluruh aparat kepolisian
republik Indonesia untuk selalu siap dalam melaksanakan bila sewaktu - waktu
diperlukan maupun juga harus proaktif bila melihat suatu kejadian atau perilaku
dari seseorang/ kelompok yang mencurigakan. Di satu sisi seorang anggota Polisi
adalah bagian dari suatu kelompok tertentu yang berada di dalam masyarakat
yaitu keluarga dan kerabat - kerabatnya di sisi lain ia adalah seorang polisi
yang harus mengabdikan diri bagi masyarakat.
Dalam organisasi Polisi terdapat suatu bagian/ satuan
yang khusus menangani setiap kasus yang dilaporkan oleh masyarakat. Bagian/
satuan tersebut merupakan bagian kecil dari organisasi Polri yang diberikan
wewenang khusus untuk melakukan penyidikan terhadap setiap tindak pidana yang
terjadi. Bagian tersebut dinamakan Satuan reskrim yang dikepalai seorang kepala
satuan ( Kasat Reskrim ). Kadang - kadang seorang penyidik harus melaksanakan
olah TKP pada malam hari, pada saat hujan dan lokasi yang sangat jauh dari
kesatuan. Dengan hanya berbekalkan jas hujan 2 - 3 orang anggota dengan
mengendarai sepeda motor anggota - anggota tersebut bergegas ke tempat kejadian
perkara. Keterbatasan sarana - prasarana tidak menyurutkan niat para anggota
reskrim untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mendatangi tempat
kejadian perkara. Hal tersebut menggambarkan adanya kepuasan terhadap
pekerjaannya berupa berusaha berbuat yang terbaik untuk pekerjaan tersebut
walaupun diperhadapkan pada sarana prasarana yang sangat minim bahkan tidak
ada.
Kalau semua anggota Reskrim berbuat seperti di atas,
penulis yakin bahwa komplain masyarakat terhadap kinerja satuan reskrim pasti
sangat kurang bahkan tidak ada. Namun yang terjadi saat ini adalah sebaliknya,
bahwa komplain masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri menempati tempat
pertama dalam penilaian internal mabes Polri. Pada tahun 2007 hal tersebut
mencapai angka 73,3 % ( Paparan Itwasum mabes Polri di Polda Lampung ). Hal ini
mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang saat ini dilakukan
sehingga mengakibatkan pekerjaan tersebut dikerjakan dengan tidak profesional.
Ketidakpuasan dalam organisasi reskrim dapat diakibatkan oleh berbagai hal.
Salah satu faktor yang paling besar yang mengakibatkan adanya ketidakpuasan dalam
melakukan pekerjaan sebagai penyidik reskrim menurut penulis adanya anggapan yang
masih dianut oleh beberapa orang anggota reskrim dan itu menular kepada anggota
yang lain bahwa satuan reskrim merupakan tempat untuk mendapatkan uang yang
banyak. Pendapat ini tidak dianut hanya oleh seorang pangkat bintara tetapi
juga kadang kala pimpinan Polri menganggap bahwa satuan reskrim merupakan
tempat untuk mendapatkan uang.
Proses interaksi seseorang dalam jangka waktu yang
lama dengan organisasinya akan menghasilkan apa yang disebut dengan kepuasan atau
ketidakpuasan pekerjaan. Proses interaksi ini dialami oleh seluruh pekerja pada
semua tingkat manajemen. Dari pimpinan tertinggi hingga OB ( office boy ) turut
mengalami apa yang disebut kepuasan atau ketidakpuasan pekerjaan. Ada banyak
faktor yang dapat mengakibatkan adanya kepuasan atau ketidakpuasan seorang
penyidik terhadap organisasi satuan reskrim tersebut. Hal ini merupakan sesuatu
yang bersifat subjectif dan setiap orang berbeda - beda tingkat kepuasan maupun
faktor - faktor penyebab kepuasan itu timbul. Faktor - faktor tersebut
diantaranya adalah suasana pekerjaan, pengawasan, tingkat upah saat ini, peluang
promosi dan hubungan dengan mitra kerja[1] .
1.
Faktor
- faktor intrinsik yang mempengaruhi kepuasan penyidik terhadap pekerjaannya.
a)
Nilai
Nilai adalah keyakinan - keyakinan dasar bahwa pola
perilaku khusus atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih
disukai daripada pol aperilaku atau bentuk akhir keberadaan yang berlawanan
atau kebalikan[2].
ketika akan berbicara tentang individu sangat penting untuk memahami nilai -
nilai yang membentuk individu tersebut. Nilai ini akan memberikan masukan yang
utama dalam seseorang memberikan tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
Adanya keyakinan bahwa suatu perbuatan salah merupakan pernyataan nilai.
Seorang kapolda yang mengangkat seorang kapolres berdasarkan pertimbangan bahwa
kapolres tersebut harus satu suku dengan sang kapolda, mendatangkan berbagai
pernyataan negatif oleh orang - orang yang juga memiliki kompetensi untuk
menduduki jabatan tersebut. Pernyataan tersebut adalah merupakan pernyataan
nilai.
Menurut MILTON ROKEACH menciptakan dua perangkat nilai
yaitu [3]
1)
Nilai
- nilai Terminal : merujuk pada bentuk akhir keberadaan yang sangat diinginkan.
ini adalah sasaran yang ingin dicapai oleh seseorang dalam hidupnya.
2)
Nilai
- nilai Instrumental : merujuk kepada bentuk perilaku atau upaya - upaya untuk
mencapai nilai - nilai terminal yang lebih disukai oleh orang - orang tertentu.
Nilai Terminal
|
Nilai Instrumental
|
1
|
2
|
Kehidupan yang nyaman
|
Ambisius
|
Kehidupan yang menarik
|
Berpandangan luas
|
Rasa pencapaian
|
Berkemampuan
|
Dunia dalam perdamaian
|
Ceria
|
Kehormatan diri
|
Patuh
|
Pengakuan sosial
|
Sopan
|
Persahabatan sejati
|
Tanggung jawab
|
Kebijaksanaan
|
Pengendalian diri
|
Keamanan nasional
|
Intelektual
|
Kebahagian
|
Jujur
|
Kesetaraan
|
Penuh keberanian
|
b)
Sikap
Sikap adalah pernyataan - pernyataan evaluatif - baik
yang diinginkan atau yang tidak diinginkan- mengenai suatu obyek, orang atau
peristiwa[4].
Sikap merupakan implementasi dari kognitif, afektif dan perilaku[5].
Pernyataan nilai merupakan salah satu bentuk Komponen
kognitif. Komponen afektif ( affect = kepedulian ) adalah segmen emosional atau
perasaan dari sikap dan dinyatakan dengan pernyataan tidak suka dengan individu
tersebut karena alasan perbuatan yang tidak sesuai dengan kompnen kognitif
tadi. Komponen perilaku adalah sikap yang merujuk kepada maksud untuk
berperilaku dengan cara tertentu terhadap individu atau sesuatu. Pada bagian
ini adanya perbuatan - perbuatan yang nampak mungkin dengan sikap menghindar,
tidak mau bertemu dengan individu yang tidak sesuai dengan komponen afektifnya.
Seseorang merupakan suatu perpaduan yang utuh dari segala hal. Seseorang dapat mencerminkan berbagai sikap terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Seorang penyidik akan bereaksi yang negatif ketika mengetahui kinerjanya selama ini dihargai lebih rendah dengan penyidik yang malas tetapi kedudukanya lebih senior darinya, tetapi ada juga penyidik yang menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang lazim karena kedudukannya sebagai junior yang harus bekerja lebih keras untuk mengungkap sebuah kasus. Reaksi tersebut bisa berupa malas dalam melakukan penyidikan atau mungkin merubah orientasi diri dari orientasi yang penuh idealisme menjadi suatu orientasi yang penuh dengan penyimpangan yaitu untuk mengumpulkan uang berupa memeras korban atau tersangka, menggelapkan barang bukti narkoba atau judi dan lain - lain.
2.
Faktor
- faktor organisasi
Pelaksanaan tugas sebagai seorang penyidik Polri di
dalam suatu organisasi Polri merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan perpaduan
antara intelektual skills dan emotional. Perpaduan antara keduanya harus tetap
berdasarkan pada jalur aturan/ peraturan perundang - undangan yang ada.
a)
Struktur
Sikap seorang
penyidik yang melakukan kerjanya dengan profesional tentunya akan mendatangkan
hasil yang baik. Tetapi kadang - kadang yang terjadi adalah seorang Penyidik
harus tunduk pada otoritas yang lebih tinggi dari jabatannya. Suatu Individu yang pekerjaannya memerlukan ketergantungan
tugas kepada tingkat yang lebih tinggi, ia harus membuat
modifikasi dan penyesuaian berdasarkan pada reaksi dan informasi dari lainnya (
Thompson, 1967)[6].
Profesionalisme
adalah kinerja atau kerja yang ditunjukan oleh seseorang yaitu seorang
profesional melalui tindakan - tindakan dan sikap - sikapya dimana dia tahu apa
yang dikerjakannya dan menghasilkan pekerjaan yang bermutu, yang memuaskan bagi
yang dilayani atau yang memesan pekerjaannya. Seorang profesional memperoleh
gaji atau uang yang cukup dari profesi yang ditekuninya[7].
Pada
tingkat Mabes Polri kewenangan tertinggi sebagai atasan langsung dari seorang
penyidik Polri adalah seorang Kaba Reskrim, pada tingkat polda kewenangan tertinggi
dilaksanakan oleh seorang Direktur Reskrim, kemudian pada tingkat polres
kewenangan tertinggi dilaksanakan oleh seorang Kapolres yang dibantu oleh
seorang kasat reskrim dan pada tingkat polsek dilaksanakan oleh seorang
Kapolsek yang dibantu oleh seorang Kanit Reskrim.
Kewenangan
untuk melakukan penyidikan sudah diatur dengan jelas di dalam KUHAP ( UU RI No.
8 /1981 ) namun seringkali hal ini harus diabaikan bila berhadapan dengan
seorang pimpinan dengan pendapat yang "berbeda". Mau tidak mau bahwa
seorang Penyidik Polri harus melaksanakan perintah tersebut dengan konsekuensi
melakukan hal - hal yang berada di luar yang seharusnya dilakukan dalam
melakukan penyidikan. Kalau seorang Penyidik bersikukuh tetap mempertahankan
ketentuan seperti yang terdapat dalam KUHAP, kepadanya akan dikenakan mutasi
personil sehingga tidak menangani kasus tersebut diganti oleh penyidik yang
sudah paham dengan kemauan pimpinan yang "berbeda" tersebut.
b)
Pengalaman
kerja
Kemampuan seseorang dalam melaksanakan Penyidikan tidak
didapatkan dengan dapat hanya memecahkan satu perkara saja sampai kepada
pengadilan. Penyidik harus melalui proses yang cukup lama untuk menjadi seorang
penyidik yang handal. Kemampuan teoritik saja tidak cukup untuk bisa melakukan
penyidikan secara benar dan tepat tetapi diperlukan juga kemampuan penguasaan
lapangan.
Kemampuan Penyidikan adalah field science ( ilmu
lapangan/praktek ), sehingga harus bisa mempertimbangkan dengan menggunakan
fakta yang ada dan logika ( teori ) berpikir yang benar.
Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tidak ada
teknologi manapun di dunia dapat menyalin pengalaman dan memberikannya kepada
orang untuk diajarkan ( Shapiro, Furts, Spreitzer & Von Glinow, 2000: 460)[8].
Semakin lama seseorang menekuni pekerjaannya semakin ahli orang tersebut pada
pekerjaan tersebut. Karena setiap kali seseorang akan melamar pekerjaan faktor
pengalaman kerja pada bidang yang diingini tersebut menjadi suatu yang
memperoleh pertimbangan untuk diterimanya ia di pekerjaan tersebut.
Semakin lama seorang penyidik melakukan tugas
penyidikan semakin mahir yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.
Penyidik tersebut akan semakin mapan dalam melaksanakan penyidikan. Hal ini
juga akan menentukan tingkat kepuasan seorang penyidik karena kepuasan tersebut
dapat tercermin melalui bertahannya ia menjadi seorang penyidik dalam jangka
waktu yang lama.
c)
Bekerja
Dalam Kelompok ( Work in Group )
Penyidik dalam melaksanakan tugas penyidikannya harus
mengerjakannya dengan bantuan beberapa orang penyidik. Penyidikan tidak bisa
dilaksanakan hanya oleh satu orang saja.
Pertimbangan bahwa penyidikan adalah pekerjaan
kelompok:
1)
Setiap
tindakan upaya paksa yang dilakukan perlu kecermatan dan ketelitian karena
tindakan tersebut merupakan tindakan melanggar HAM yang dibenarkan oleh hukum (
Prosedural ) sehingga diperlukan pendapat lain ( second opinion ).
2)
Setiap
tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik, rentan terhadap
penyalahgunaan wewenang.
3)
Setiap
tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik pasti akan mendapat
perlawanan dari keluarga tersangka atau tersangka sendiri baik terutama
perlawanan fisik karena diperlukan kekuatan yang lebih besar sehingga dapat
mencegah tindakan lain yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Saling
ketergantungan tugas ( yang dikumpulkan individual ) telah saling berhubungan unrtuk mencapai suatu tujuan ( e.g., Campion et al., 1993) dan menggolongkan kepuasan kelompok (
persepsi kepuasan yang dikumpulkan oleh individu - individu tersebut ; e.g., Campion et al., 1996)[9]. Kepuasan yang didapatkan
berupa kepuasan masing - masing individu yang diberikan kepada kelompok untuk
tuntasnya suatu penyidikan. Pengertian tuntas disini bahwa kasus tersebut telah
bisa disidangkan di pengadilan dan tersangka dapat dijatuhi hukum yang setimpal
dengan kesalahannya.
Dengan melakukan penyidikan yang dibantu
oleh penyidik yang lain dapat dihindari adanya kesalahan dalam mengambil
keputusan. Job discretion is the extent to which individuals have
control over how an assigned
task is to be implemented (Langfred, 2000). Individuals with lower levels of
discretion have less autonomy
in how they perform their jobs (Pierce, Newstrom, Dunham, & Barber,1989)
and are more likely to have to seek out information from a variety of sources
(Norman et al., 1995). Satu pertimbangan adalah lebih baik dengan lebih
dari dua pertimbangan hukum yang diberikan untuk menentukan tuntasnya suatu
penyidikan.
Penyidik Polri adalah suatu individu yang mempunyai
wewenang untuk melakukan upaya paksa kepada seseorang yang diduga melakukan
suatu kejahatan. Proses penyidikan yang dilakukan oleh seorang bukan merupakan
proses yang statis tetapi proses tersebut mengandung suatu pertimbangan
penyidik yang bernilai subjektif.
Seorang penyidik dapat dengan mudah melakukan penahanan
terhadap seseorang berdasarkan alat bukit yang sudah lengkap tetapi dapat
dengan mudah juga tidak melakukan penahanan terhadap seseorang yang memang alat
buktinya juga lengkap. Inilah yang disebut dengan pertimbangan seorang
penyidik. Pada tingkat kepuasan pekerjaan tertentu seorang penyidik dapat
dengan mudah menahan seseorang tetapi juga tidak mau menahan seseorang dengan
berbagai alasan yang logis.
Tingkat kepuasan pekerjaan tertentu seorang penyidik
dapat diklasifikasikan dengan nilai puas dan tidakpuas.
1.
Puas
Penyidik dengan tingkat puas pekerjaan yang tinggi
memiliki ciri - ciri :
a)
Berdedikasi
tinggi
b)
Motivasi
tinggi
c)
Kemampuan
pengendalian diri yang tinggi
d)
Profesional
e)
Cermat
dan Teliti
f)
Bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya
g)
Disiplin
h)
Tindakannya
berdasarkan Kode etik Polri
2.
Tidak
puas
Penyidik dengan tingkat tidak puas dengan pekerjaannya
memiliki ciri - ciri :
a)
Malas
b)
Ceroboh
c)
Selalu
menghindar
d)
Keberpihakan
e)
Mengulur
- ulur waktu
f)
Apatis
a.
Pemecahan
masalah
Kepuasan seorang
penyidik akan pekerjaannya dalam melakukan penyidikan perlu ditingkatkan untuk
mencapai pada tingkat puas sehingga dapat mengurangi implikasi terhadap
kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini harus segera
disadari oleh organisasi Polri karena pemecahan melalui memutasikan penyidik
adalah merupakan hal yang sangat tidak bijak. Apalagi hal tersebut dilakukan
oleh organisasi yang sekelas mabes Polri.
Perlunya dilakukan
penjajakan terhadap penyidik yang "bermasalah" tersebut dengan
menugaskan unit psykologi untuk mengetahui sebab - sebab dari menurunnya
tingkat kepuasan terhadap pekerjaannya.
Penjajakan tersebut
bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penyebab menurunnya tingkat
kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan penyidik tersebut.
Pengidentifikasian faktor penyebab menurunnya kepuasan pekerjaan perlu
dilakukan agar hal tersebut dapat segera diatasi untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang tersebut.
Setelah mengetahui penyebab terjadinya
penurunan tingkat kepuasan pekerjaan dan solusinya , unit psykologi segera
melaporkan hal tersebut kepada pimpinan yang memimpin langsung satuan tersebut
dalam hal ini kapolres. Kapolres dapat membahasnya secara langsung kepada para
staf untuk segera diambil keputusan yang tepat. Hal ini perlu dilakukan dengan
prinsip bahwa setiap Penyidik Polri adalah aset utama Polri yang fungsinya
untuk melakukan penegakan hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Shaw, Jason D. Michelle K. Duffy and Eric M. Stark. Interdependence and Preference for Group Work: Main
and Congruence Effects on the Satisfaction and Performance of Group Members. Journal of Management 2000;
26; 259
2.
Timothy
D. Golden and John F. Veiga," The
impact of extent of telecommuting on job satisfaction : resolving inconsistent
findings. Journal of Management 2005.
3.
Suparlan,
Parsudi. Kode etik untuk menunjang
profesionalisme Polri. PTIK press. Jakarta. 2007 : Farris
4.
S.J.
Breckler. Empirical validation of affect,
behavior and cognition as district components of attitude. Journal of
personality and social psychology. May 1984. Hal 1191 - 1205
5.
Robbins,
Stephen P. Perilaku organisasi (
terjemahan dari buku asli organizational behavior). PT. Intan Sejati
Klaten. Klaten. 2003. cetakan kesepuluh
6.
J.P.
Wanous A.E Reichers dan M.J. Hudy. Over
all job satisfaction : how good single item measures?. Journal of applied
psychology, April 1997, hal 247-52
[1]
J.P. Wanous A.E Reichers dan
M.J. Hudy, " over all job satisfaction : how good single item
measures?" journal of applied psychology, April 1997, hal 247-52
[2]
Lihat buku “ perilaku
organisasi ( terjemahan dari buku asli organizational behavior) ”, Stephen P.
Robbins, cetakan kesepuluh, 2003, hal 84
[3]
ibid hal 84
[4]
Ibid, hal 93
[5]
S.J. Breckler, "
Empirical validation of affect, behavior and cognition as district components
of attitude, " Journal of
personality and social psychology," May 1984. Hal 1191 - 1205
[6]
Timothy D. Golden and John F.
Veiga," The impact of extent of telecommuting on job satisfaction :
resolving inconsistent findings
[7]
Parsudi Suparlan, " Kode
etik untuk menunjang profesionalisme Polri." PTIK press, jakarta. 2007 :
Farris
[8]
Ibid, Hal 303
[9]
Jason D. Shaw, Michelle K,
Duffy and Eric M. Stark, " Interdependence and preference for group work :
main and congruence effects on the satisfaction and performance of groups
members", journal of management 2000;26;259, hal 260
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan Masukan dari pembaca sangat kami harapkan